Rabu, 14 Desember 2016


TOLERANSI AGAMA DALAM MASYARAKAT MULTIRELIGIUS

DIAJUKAN UNTUK
LOMBA PENULISAN KARYA ILMIAH
PEKAN KREATIFITAS MAHASISWA (PKM)
2016

OLEH
FEBRI TORY
4615025

JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB dan DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BUKITTINGGI
2016


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Tugas yang paling berat mengurus masyarakat selama ini adalah menyatukannya. Padahal kunci kekuatannya agar berhasil membangun masyarakat adalah persatuan itu. Agama (seharusnya) merupakan berkat bagi semua manusia. Sesungguhnya pernyataan ini perlu dikaji dan direnngkan lebih mendalam. Benarkah agama merupakan berkat bagi semua manusia, kalau ditinjau dari tinjuan manusia memeluk agama, jawabannya bisa benar demikian. Namun kalau melihat realitas yang terjadi dapat dipertanyakan kembali, apakah pernyataan ini merupakan sebuah kenyataan atau hanya sebuah harapan. Apakah agama itu merupakan berkat atau beban atau bencana dalam hidup manusia, seharusnya agama menjadi berkat bagi hidup manusia, karena lahirnya agama merupakan respon manusia yang memiliki sifat kekekalan untuk menjawab kebutuhan berkomunikasi dengan Allah Sang Pencipta. Seharusnya dalam respon alamiah manusia yang berupaya menemukan Allah, dan akhirnya memutuskan menganut agama tertentu yang diyakini sebagai jawaban atas kebutuhan spritualnya ini, agama menjadii berkat dalam hidup manusia. Namun disayangkan bahwa dalam realitasnya, tidak semuanya benar demikian.

Kita dapat mempercayai bahwa bagi banyak orang, agama itu telah menjadi berkat dalam hidup mereka.  Namun disisi lain, bagi banyak orang pula, agam itu telah menjadi beban dengan kewajiban agama yang memberatkan. Agama yang seharusnya memberikan tuntunan yang menerangi jalan hidup manusia, bagaimana agama tersebut menuntun manusia dalam mengejar kebaikan di dunia ini. dalam realitasnya justru telah menjadi tuntunan yang memberatkan dan melelahkan. Agama telah menjadi beban dan kewajiban yang memberatkan bagi pemeluk agama, apalagi di suatu bangsa itu mempunyai multireligius atau keberagaman agama sehingga selain memberatkan juga ada saling perbedaan yang menjadi jurang pemisah antar agama lain.


Namun yang lebih menyedihkan lagi, realitas sekarang mulai merebaknya masalah sosial keagamaan seperti kekerasan kelompok teroris yang menggunakan justifikasi agama dan sekaligus atas nama agama. Dan baru-baru ini Indonesia dikejutkan dengan masalah Penistaan Agama oleh ahok. Padahal agama dan kekerasan adalah dua hal yang bertolak belakang begitu bertentangan seperti air dan api. Dalam menjalani kita tidak bisa pungkiri akan ada gesekan yang terjadi antara kelompok masyarakat, baik yang berbau suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).

Seiring dengan masalah sosial keagamaan pada saat sekarang ini, masalah toleransi antar umat beragama pun perlu rasanya untuk ditinjau kembali, toleransi antar umat beragama dapat dikatakan semakin renggang. Pasalnya antar umat beragama merasa tidak peduli dan memunculkan sikap acuh tak acuh satu sama lain, dan kondisi toleransi di tanah air saat ini ialah toleransi yang pasif. Toleransi semacam ini nyaris tidak menyumbangkan energi bagi penguatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perbedaan agama adalah fenomena nyata yang ada dalam kehidupan, sehingga dibutuhkan sebuah perekat agar agama dapat berjalan seimbang dan dapat menyatukan seluruh unsur masyarakat diatas banyak perbedaan. Oleh karena itu penulis mengambil tema “toleransi agama dalam  masyarakat multireligius” pada penulisan karya ilmiah ini.
B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam karya tulis ilmiah ini antara lain :
1.      Bagaimana toleransi agama dalam masyarakat multireligius
2.    Bagaimana toleransi dalam perspektif Islam

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini :
1.    Untuk melihat toleransi agama dalam masyarakat multireligius
2.    Untuk melihat bentuk toleransi agama dalam perspektif Islam



KERANGKA TEORITIK

1.      Toleransi ialah merupakan sikap mental sebagai perwujudan dari kesiapan untuk menerima orang lain, atas eksistensinya yang berbeda, dipadukan dengan kesiapan untuk memahami diri mereka dalam keperbedaan mereka. Saling memahami ini dapat bertumbuh kearah saling memperkaya kedua pihak, dalam hubungan timbal balik yang penuh pengertian dan saling menghormati.(Santoso,2013:123)

2.      Agama ialah sistem kepercayaan dan praktik-praktik keagamaan yang berdasarkan beberapa nilai-nilai sakral dan supernatural yang mengarahkan perilaku manusia , memberikan makna hidup, dan menyatukan pengikutnya ke dalam suatu komunitas moral.(Haryanto,2015:28)













BAB II
PEMBAHASAN

1.      Toleransi Agama Dalam Masyarakat Multireligius
Toleransi bertujuan untuk menghilangkan stereotip dan kebencian dalam keberagaman masyarakat, yang secara sadar terbagi atas beragam suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Didalam keberagaman itu, tugas kita ialah berusaha untuk mengakui dan menyantuninya. Sehingga perbedaan yang ada ternyata memberikan kontribusi yang penting dalam suatu masyarakat. Persoalan terkait dengan toleransi terutama toleransi agama saat ini, semakin tidak menemukan titik terang, disebabkan masalah sosial keagamaan yang semakin merebak. Rasa saling peduli semakin jauh. Padahal toleransi sangat dibutuhkan didalam menyatukan masyarakat yang beragam.
Konsep toleransi beragama ini merupakan individual. Ini bukan berarti menumbuhkan  pendapat yang menerima segala pandangan sebagai suatu kebenaran atau semua bisa dilestarikan. Toleransi ini tidak ada kaitannya dengan melakukan konpromi pada level kepercayaan. Toleransi mengakui bahwa orang lain memiliki hak yang sama seperti yang dituntut untuk dirinya. Hanya pada tingkat praktis, kompromi di perlukan untuk memelihara basis kehidupan bersama dan bekerja sama dalam aspek sosial. Tetapi toleransi dapat ditolak bila undang-undang dasar dan nilai dasar kemanusiaan berada dibawah ancaman. Intoleransi semacam itu dapat dilakukan bersama memuluk agama yang lainnya yang atas dasar kepercayaannya, mereka merasa terluka akibat perasaan senasib. Pada dasarnya toleransi tidak memiliki agenda, tidak dapat diperintahkan dan juga tidak dapat diberi sangsi. (Santoso, 2013:123)
Kalau mencermati realitas, kita akan menemukan kompleksitas problem yang menghimpit mereka dan membuat kita hampir pesimis bisa memecahkannya. Sangat sulit bagi memilih dan memilah dari mana kita memulai. Bahkan tidak bisa dipungkiri jika tawaran konsptual dan langkah strategis yang banyak dimunculkan oleh para akademisi, intelektual dan spesialis, tidak bisa bebas dari subyektivitas berdasarkan bidang yang ditekuni. (Suprayogo,2012:1)
Kita seakan-akan berhadapan dengan benang kusut yang membutuhkan kesabaran dan kesungguhan ekstra untuk bisa mengurai, memahami kemudian menatanya kembali secara proporsional. Hampir semua bidang kehidupan, baik persoalan politik, ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, lingkungan hidup dan lain-lain, dan semua hubungan itu harus terjalin dalam hdup berbangsa dan bernegara. (Suprayogo,2012:1)
Bangsa Indonesia dikenal dengan bangsa yang plural atau majemuk, hal ini ditandai dengan banyaknya etnis, suku, agama, budaya, kebiasaan dan sebagainya yang ada didalamnya. Artinya, dari sisi etnisitas bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural. Demikian halnya kemajemukan Indonesia sudah dikenal oleh dunia. Ini disebabkan oleh keadaan geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan. Pada dasarnya kemajemukan atau keberagaman itu merupakan fitrah manusia. Manusia sendiri melalui agama yang dianutnya pada umumnya meyakini bahwa Tuhan sengaja menciptakan manusia yang berjenis-jenis, baik fisik maupun sfatnya. Meskipun diciptakan berjenis-jenis fisik dan sifatnya, derajat manusia di mata Tuhan adalah sama, oleh karena itu, tidak dibenarkan kalau ada (kelompok) manusia yang lain.(Santoso,2013:124)
Seringkali sebatas dimaksudkan sebagai pembenar, diungkapkan bahwa perbedaan itu adalah rakhmah. Ajaran itu tidak salah, sebab dengan perbedaan-perbedaan itu akan menghasilkan dinamika. Gerak sosial akan dimulai jika disana ada perbedaan-perbedaan. Justru akan melahirkan kekuatan dan bahkan juga perkembangan. Akan tetapi, perbedaan dalam kenyataannya tidak selalu membawa rakhmah. Tidak jarang persoalan kecil, melahirkan saling menyindir dan adu argumentasi yang sama-sama tidak paham, dan berakibat terganggunya silaturrahmi. (Suprayogo,2012:33)

Diantara semua orang perbedaan agama perlu dibicarakan  dan didiskusikan dengan semangat toleransi agar muncul saling pengertian. Sebab dalam konteks masyarakat majemuk dengan beragam agama, kebebasan beragama, kebebasan berpendapat dan kebebasan menganut kepercayaan adalah kesiapan mental yang diperlukan. Yakni bagi anggota masyarakat untuk dapat menerima pendapat orang lain yang berbeda agama dan ketersediaan untuk hidup saling berdampingan hidup bersama dan mempertahankan pola hidup sesuai kepercayaannya. (Santoso,2013:124)
Jadi yang terpenting dalam hal ini adalah bagaimana mengelola gaya hidup toleran dan mengembangkan sikap batin yang menghargai kebebasan beragama, dapat diwujudkan dengan bak dan bertanggung jawab. Dengan menyebut pancasila sebagai dasar Negara, juga merupakan berkat tuhan yang indah dalam mengelola realitas kemajemukan masyarakat kita, demi mewujudkan dan memelihara persatuan dan kesatuan  bangsa. Pancasila yang memilki lima dasar yaitu Ketuhanan yang maha esa, Kemanusiaan yang adil dan bernegara, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimipin oleh hikmat kebijaksanaan yang adil dan beradab, serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebab bagi kita sebagai bangsa Indonesia yang memilki Pancasila, kita menghayati pancasila sebagai kristalisasi dari pengumulan, perdebatan, dan perjuangan bersama bangsa Indonesia. Pancasila tidak hanya telah meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa.(Santoso,2013:125)

Dimana sila pertama berbunyi ketuhanan yang Maha Esa, maka rasanya bangsa ini secara jelas dan tegas telah memposisikan agama pada tempat yang sangat strategis dalam membangun bangsa ini. Terkait dengan itu, negeri ini telah memiliki sebuah Departemen Agama. Sementara ini ada lima agama dan satu kepercayaan yang diakui syah hidup di negeri yang berdasar atas pancasila dan UUD 1945, yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Konghuchu. Bahkan sesungguhnya , sila-sila selanjutnya dari pancasila ,memuat ajaran yang sangat erat dengan ajaran masing-masing agama. Semua agama juga mengajarkan tentang kemanusiaan, persatuan, musyawarah dan juga keadilan. Kiranya tidak ada perbedaan pandangan diantara berbagai agama tersebut mengenai betapa pentingnya nilai-nilai tersebut seharusnya dikembangkan dalam kehidupan bersama.(Suprayogo,2012:57)

Membangun semua itu diterapkan melalui pembangunan dialog antar umat beragama. Kita semua sebagai manusia yang menjunjung tinggi, menghormati, mencintai pesan keagamaan yang diamanatkan Tuhan kepada kita masing-masing sangat terlukai bila menyaksikan bagaimana agama dijadikan barang pembantaian dan alasan untuk saling menghancurkan. Apakah dialog antar umat beragama dapat menjadi harapan bagi kita sebagai umat tuhan untuk membangun realitas baru dalam hubungan antar umat beragama. Dialog antar umat beragama tidak sama dengan dialog antar agama. Namun keduanya mempunyai tujuan untuk membngun hubungan yang positif diantara  agama-agama.(Santoso,2013:126)
Bukan untuk menyamakan apalagi menyama-ratakan agama. Dialog tidak bertujuan untuk membuktikan kebenaran agama masing-masing apalagi mempertandingkan agama. Dialog antar agama bertujuan untuk menolong para pemimpin agama dapat memahami dengan tuntas agamanya sendiri dan juga mendapatkan pengetahuan yang memadai dengan tentang satu atau dua agama lain. Sedangkan dialog antar umat beragama mempunyai tujuan dimensi spiritual yakni agar umat dapat menghayati agamanya dengan lebih bertanggung jawab secara etis dan sesuai dengan hati nurani. Didalam berdialog topik yang digunakan adalah hal-hal yang menyangkut dengan kemanusiaan dan cara menyelesaikannya dari masing-masing perspektif agama. Semua topk harus disesuaikan dan disetujui oleh kedua pihak umat beragama agar dapat menyelesaikan masalah dengan utuh. Faktor lain dalam hal berdialog adalah percakapan yang tidak hanya antara dua pihak. Dialog adalah percakapan dan pembicaraan tentang hal yang menyentuh kepentingan dan relevansi bersama. dengan tujuan ini, dialog harus dilakukan dengan keterbukaan dan keterusterangan yang bertujuan untuk saling memahami dengan lebih baik.(Santoso,2013:127)

Realitas toleransi umat beragama pun masih harus ditinjau lagi, ketika dialog umat beragam telah dilakukan, masih terjadi pergesekan perbedaan agama, apa yang salah dari upaya yang telah dilakukan selama ini, pergesekan yang terjadi tidak hanya datang dari luar bahkan dari dari dalam agam itu sendiri.

Dewasa ini, Indonesia dihebohkan dengan masalah penistaan agama yang dilakukan oleh gubernur jakarta non aktif , Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih dikenal dengan panggilan Ahok. Masalah penistaan agama ini bermula dari beredarnya video berjudul  “Ahok :Anda dibohongi Al-qur’an Surah Al-maidah 51” yang menjadi viral di sosial media baik facebook atau pun twitter. Ahok pun mengeluarkan ucapan minta maaf terkait dengan pernyataan tersebut.tetapi masyarakat muslim tidak dapat menerima permintaan maaf  darinya dan proses hukum yang ada bersifat lambat dalam mengatasinya. Sehingga masyarakat muslim melakukan aksi demo tanggal 4 november 2016. Aksi demo itu tampaknya tidak sia-sia dan membuahkan hasil, Ahok ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penistaan agama ini, berdasarkan pasal 156 a KUHP dan pasal 28 ayat 2 UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman lima tahun penjara. Kasus ini telah dilimpahkan dari kepolisian ke peradilan, dan menunggu hasil yang telah ditetapkan oleh pihak peradilan. Masyarakat muslim pun telah merencanakan aksi demo berikutnya pada tanggal 2 desember 2016, yang sebelumnya telah dilakukan oleh mahasiswa/i IAIN Bukittinggi pada tanggal 23 november 2016 yang dilakukan di depan kantor DPRD Kota Bukittinggi, Antusias dari para generasi harapan bangsa ini disambut baik oleh walikota sebagai wujud aksi damai.

Dari uraian diatas perbedaan itu menjadi lebih serius lagi jika menyangkut politik. Akibatnya malah memperkeruh toleransi yang ada, dan cenderung menimbulkan konflik. Adanya campur tangan dari orang yang memiliki kekuasaan dan wewenang dan mementingkan kepentingan dirinya sendiri, melihat fenomena itu, maka berbicara tentang kesatuan masyarakat yang dibalut dengan toleransi masih amat susah , melebihi sulitnya mencari sehelai jerami di tumpukan paku istilah barunya. Kesulitan itu lebih terasa lagi, oleh karena elitenya sendiri belum tampak ada kesadaran betapa pentingnya kesatuan itu.

Seperti yang dijelaskan didalam teori konflik dari salah satu ahli sosiologi yaitu Ralf Dahrendorf. teori konflik dahrendorf berbicara tentang kekuasaan dan wewenang. Didalam masyarakat terdapat tiga kelompok yaitu kelompok semu, kelompok konflik dan kelompok konflik, kelompok semu adalah sejumlah pemegang posisi dengan kepentingan yang sama tetapi belum menyadari keberadaannya, dan kelompok ini juga termasuk dalam tipe kelompok kedua, yakni kelompok kepentingan dan karena kepentingan inilah melahirkan kelompok ketiga yakni kelompok konflik sosial. Sehingga dalam kelompok akan terdapat dalam dua perkumpulan yakni kelompok yang berkuasa (atasan) dan kelompok yang dibawahi (bawahan). Kedua kelompok ini mempunyai kepentingan berbeda. Bahkan, menurut Ralf, mereka dipersatukan oleh kepentingan yang sama, yaitu Kepentingan manifest  merupakan kepentingan suatu kelompok yang berkuasa untuk tetap dapat mempertahankan kekuasaannya, sedangkan kelompok yang tidak memilki kekuasaan ingin melakukan perubahan revolusioner dan Kepentingan laten  merupakan upaya suatu kelompok untuk menuruti harapan-harapan dari kelompoknya. (Poloma,1984:136)


2.      Toleransi Agama Perspektif Islam
Toleransi dalam agama islam. Islam dikenal sebagai rahmatan lil ‘alamin, istilah Rahmah berarti kasih sayang dan santun. Sedangkan alamin adalah segala sesuatu selain Allah sehingga tepat diartikan semesta.  Jadi rahmatan lil ‘alamin maksudnya adalah kasih sayang dan santun terhadap alam semesta ini. Nah, Islam rahmatan lil ‘alamin itu adalah islam yang damai, santun, sejuk, dan menyejukkan. Islam rahmat bagi semesta artinya adalah Islam mengajarkan harmoni dengan sesama manusia , lingkungan dan alam. Ini terwujud pada cinta kasih kepada semua makhluk tanpa terkecuali. Doktrin kearifan ini (hubungan yang harmonis dan penuh cinta kasih kepada alam), dalam ranah ilmiah sudah mulai menjadi kiblat dalam pengembangan paradigm dan cara pandang dunia. Bahkan telah muncul kecenderungan yang ingin menjadikan doktrin seperti ini sebagai alternatif untuk memperbaiki paradigma ilmu pngetahuan modern yang cenderung eksploitatif dan menjadikan alam sebagai obyek. Dalam konsep rahmatan lil ‘alamin, sebaliknya menekankan kepada hubungan pertemanan, keakraban, dan penghargaan terhadap alam.(Suprayogo,2013:70)

Dalam Islam terdapat ajaran tentang tata krama yang begitu baik. Tata krama atau tuntunan bertingkah ada terdapat dalam Al-qur’an dan Sunnah. Disamping itu, ia tercermin dalam tujuan Nabi Muhammad Saw diutus menjadi nabi dan rasul. Sebagai diketahui oleh masyarakat pada umumnya bahwa nabi dan rasul untuk menyempurnakan akhlak, karena Nabi Muhammad Saw bersabda : “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak baik”.(Hakim,2008:199)
Akhlak mempunyai pengertian yang luas, mencakup berbagai aspek dan sasaran. Secara gobal dan dibagi menjadi dua yaitu akhlak kepada Allah dan akhlak kepada sesama makhluk. Akhlak kepada Allah meliputi beriman, bertakwa, rida, bersyukur ikhlas, cinta, takut, dan berharap kepada Allah. Sedangkan akhlak kepada sesame makhluk meliputi akhlak kepada : ibu, bapak, anak cucu, pembantu, sesama muslim, non muslim, alam sekitar, flora dan fauna.  





Contoh Akhlak sesama makhluk
a.       Akhlak kepada ibu bapak
1)      Tidak mengatakan sesuatu yang dapat menyakiti hatinya.
2)      Tidak menghardik atau membentaknya, meskipun itu hanya berwujud ucapan “ah” atau “cies”.
3)      Mngucapkan kepadanya kata-kata yang lemah lembut, sopan santun dan penuh kemuliaan.
4)      Merendahkan diri dengan tidak berpola tingkah yang dapat mengundang kemarahan.
5)      Menunjukkan kash sayang dari anaknya.
6)      Mendoakan semoga Allah melimpahkan kasih sayng-Nya, baik keduanya masih hidup atau telah meninggal dunia.
b.      Akhlak kepada anak
1)      Memberinya makan dan minum.
2)      Mendidiknya supaya beradab.
3)      Memperlakukannya secara adil.
4)      Menyayanginya.
5)      Mencegahnya dari perbuatan maksiat.
c.       Akhlak kepada Pembantu
1)      Memberikan makan dan minum yang pantas.
2)      Tidak menyiksanya.
3)      Memaafkan jika ada kesalahannya
d.      Akhlak kepada tetangga
1)      Memberi bantuan dan pertolongan kepada tetangga yang sedang ditimpa musibah.
2)      Berusaha agar tetangga yang miskin dapat terpenuhi kebutuhan pokok.
3)      Menjenguk tetangga yang sedang sakit
4)      Memelihara diri dari perkataan dan perbuatan yang menyinggung perasaan tetangga.(Muhammad,2011:84)
e.       Akhlak kepada sesame muslim
1)      Mengasihi atau menyayanginya.
2)      Mencintainya seperti mencintai diri sendiri.
3)      Memberi dan menjawab salamnya.
4)      Menjenguk apabila sedang sakit.(hakim,2008:200)
5)      Mengantar jenazahnya.
6)      Memenuhi undangannya.
7)      Mendoakannnya.
8)      Memberinya nasehat.
9)      Tidak meyakitinya dengan perkataan atau perbuatan yang menyinggung perasaan.
10)  Memaafkan jika ada kesalahannya.
11)  Membantu secara moril dan materil.
12)  Menutupi aibnya.
13)  Menjaga kehormatan, harta, dan darahnya.
14)  Saling tolong menolong dalam hal sebagai berikut :
a)      Peribadatan (menyediakan tempat ibadah, menyediakan sarana dan prasarana haji dan umrah).
b)      Sosial, politik dan ekonomi (mewujudkan keamanan, kebersihan lingkungan, persatuan kesatuan umat, situasi politik yang mantap, keadilan, kesejahteraan sosial yang merata).
c)      Sosial Budaya dan Seni (mewujudkan peradaban dan kebudayaan yang sesuai dengan Islam, kesenian yang segar atas dasar moral dan akhlak yang tinggi).
d)     Pendidikan dan Pengajaran (mewujudkan tempat penddikan yang cukup, menyediakan  alat-alat dan dana pendidikan untuk kesejahteraan pendidik). .(Muhammad,2011:85)
f.       Akhlak kepada non muslim
1)      Menghargai kebebasan beragama.
2)      Menghormati kebebasan beribadah.
3)      Memberi perlndungan apabila mereka membayar jizyah atau upeti sedang mereka dalam kekuasaan kaum muslimin.
4)      Memperlakukannya secara makruf sesuai dengan perlakuannya kepada kaum muslimin.
5)      Tidak memerangi mereka apabila mereka tidak memerangi kaum muslimin. .(Muhammad,2011:86)


Sudah tentu, Islam rahmatan lil ‘alamin bukanlah islam yang keras, kasar, menakutkan dan membahayakan. Kalaupun ada istilah atau fenomena itu, maka disebabkan karena kesalahan dalam memahami doktrin Islam baik oleh penganutnya sehingga mempraktekkan sebaliknya. Atau kesalahan terletak pada pengamat luar yang melihat ajaran islam hanya artifisial dan permukaan. (Suprayogo,2012:70)

Jadi tidak dipungkiri bahwa toleransi dalam islam sebagai suatu prinsip telah tertanam di dalam jiwanya, islam menyuruh umatnya untuk tidak hanya memberikan cinta kasih kepada sesame umatnya tetapi seluruh makhluk yang ada tanpa terkecuali dan itu membuktikan bahwa islam membuka pintunya lebar untuk menjalin cinta kasih dengan umat non muslim.

Di Indonesia yang mayoritas agamanya adalah Islam awalnya diwujudkan dalam bentuk sila pertama pancasila pada piagam charter, dan kini sila pertama telah diubah menjadi ketuhanan yang maha esa, membuktikan toleransi antar umat beragama. Tidak hanya ada islam yang ada di Indonesia melainkan ada agama-agama lain. Tetapi toleransi dalam islam pun memiliki suatu pernyataan bahwa didalam toleransi antar umat beragama, tidak semua ajaran islam harus disebarluaskan apalagi jika ajaran tersebut terkait dengan masalah ketuhanan yang diungkapkan dalam surah Al kaafiruun ayat ke-6  lakum diinukum wa liyadiin.

                Dalam kehidupan masyarakat, adanya perbedaan itu tidak ada masalah, asalkan tidak dijadikan sebagai penyebab perpecahan. Perbedaan itu justru akan menguntungkan jika menjadi pra-kondisi untuk mewujudkan perintah Al-qur’an “fastabiq al-khairat” (maka berlomba-lombalah dalam kebaikan). Perlombaan tentu tidak akan terjadi jika ada kelompok-kelompok yang saling bersaing dan berkompetisi. Sebagaimana juga kelompok-kelompok tidak akan terbentuk jika tidak ada perbedaan.   Semangat “fastabiq al-khairat” tidak pernah mengenal garis finish. Sehingga, berlomba dalam kebaikan tidak ada yang menang dan begitu juga tidak aka nada yang kalah. (Suprayogo,2012:70)


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Tugas yang paling berat mengurus masyarakat selama ini adalah menyatukannya. Padahal kunci kekuatannya agar berhasil membangun masyarakat adalah persatuan itu. agama itu seharusnya menjadi berkat dalam hidup mereka.  Namun disisi lain, bagi banyak orang pula, agama itu telah menjadi beban dengan kewajiban agama yang memberatkan. Agama yang seharusnya memberikan tuntunan yang menerangi jalan hidup manusia, bagaimana agama tersebut menuntun manusia dalam mengejar kebaikan di dunia ini. dalam realitasnya justru telah menjadi tuntunan yang memberatkan dan melelahkan. apalagi di suatu bangsa itu mempunyai multireligius atau keberagaman agama sehingga selain memberatkan juga ada saling perbedaan yang menjadi jurang pemisah antar agama lain. Sehingga membutuhkan toleransi didalamnya.

Toleransi ialah merupakan sikap mental sebagai perwujudan dari kesiapan untuk menerima orang lain, atas eksistensinya yang berbeda, dipadukan dengan kesiapan untuk memahami diri mereka dalam keperbedaan mereka. Saling memahami ini dapat bertumbuh kearah saling memperkaya kedua pihak, dalam hubungan timbal balik yang penuh pengertian dan saling menghormati. Toleransi bertujuan untuk menghilangkan stereotip dan kebencian dalam keberagaman masyarakat, yang secara sadar terbagi atas beragam suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Membangun semua itu diterapkan melalui pembangunan dialog antar umat beragama. Kita semua sebagai manusia yang menjunjung tinggi, menghormati, mencintai pesan keagamaan yang diamanatkan Tuhan kepada kita masing-masing sangat terlukai bila menyaksikan bagaimana agama dijadikan barang pembantaian dan alasan untuk saling menghancurkan. Perbedaan itu menjadi lebih serius lagi jika menyangkut politik. Akibatnya malah memperkeruh toleransi yang ada, dan cenderung menimbulkan konflik. Adanya campur tangan dari orang yang memiliki kekuasaan dan wewenang dan mementingkan kepentingan dirinya sendiri, melihat fenomena itu, maka berbicara tentang kesatuan masyarakat yang dibalut dengan toleransi masih amat susah , melebihi sulitnya mencari sehelai jerami di tumpukan paku istilah barunya. Kesulitan itu lebih terasa lagi, oleh karena elitenya sendiri belum tampak ada kesadaran betapa pentingnya kesatuan itu.

Toleransi dalam agama islam. Islam dikenal sebagai rahmatan lil ‘alamin, Dalam konsep ini sebaliknya menekankan kepada hubungan pertemanan, keakraban, dan penghargaan terhadap alam. Dalam kehidupan masyarakat, adanya perbedaan itu tidak ada masalah, asalkan tidak dijadikan sebagai penyebab perpecahan. Perbedaan itu justru akan menguntungkan jika menjadi pra-kondisi untuk mewujudkan perintah Al-qur’an “fastabiq al-khairat” (maka berlomba-lombalah dalam kebaikan). Perlombaan tentu tidak akan terjadi jika ada kelompok-kelompok yang saling bersaing dan berkompetisi. Sebagaimana juga kelompok-kelompok tidak akan terbentuk jika tidak ada perbedaan.   Semangat “fastabiq al-khairat” tidak pernah mengenal garis finish. Sehingga, berlomba dalam kebaikan tidak ada yang menang dan begitu juga tidak aka nada yang kalah.

B.     Rekomendasi
Dalam permasalahan yang menangkut kepada toleransi, justifikasi terhadap agama, seharusnya merundingkan terlebih dahulu dengan pemuka agama-agama, sehingga masalah yang ada dapat diselesaikan tanpa adanya permasalahan yang lebih lanjut. Forum kerukunan antar umat beragama (FKUB) menjadi tempat yang tepat dalam membicarakan semua itu. Forum tersebut ada di tngkat provinsi, kota atau kabupaten. Terkandung juga di dalamnya peraturan bersama menteri nomor 8 dan 9 tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah atau wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan antar umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan antar umat beragama, dan pendirian rumah ibadah.
Dari situasi yang terjadi agama itu bukanlah penyebab renggangnya toleransi antar agama lain dan konflik pemecah solidaritas bangsa, meliankan adanya pihak yang mementingkan dirinya sendiri. FKUB dapat menghasilkan masyarakat yang komunikatif ,seperti yang disebutkan Hubermas dalam teorinya The Theory Communicative Action. Masyarakat komunikatif bukanlah masyarakat yang melakukan kritik lewat revolusi dengan kekerasan melainkan dengan argumentasi. Didalam komunikasi itu, para partisipan ingin membuat lawan bicaranya memahami maksudnya dengan mencapai apa-apa yang disebutnya “klaim-klaim kesahihan”. Klaim inilah yang diterima tanpa paksaan sebagai hasil konsensus.




















DAFTAR PUSTAKA

Hakim, Atang Abd dan Jaih, Mubarok,2008, Metodologi Studi Islam,Bandung:PT.Remaja Rosdakarya.
Hardiman,F Budi, 1993, Menuju Masyarakat Komunikatif, Yogyakarta:Kanisius
Haryanto, Sindung,2015, Sosiologi Agama Dari Klasik Hingga Postmodern,Yogyakarta:Ar-Ruzz Media
Muhammad,Su’aib H,2011, Lima Pesan Al-Qur’an, Malang: UIN Maliki Press
Poloma Margaret , M,1979,Contemphory Sociological Theory, diterjemahkan oleh Yasogama, 1984,Sociologi Kontemporer,Jakarta :CV. Rajawali Pers
Santoso, Magdalena, Pranata,2013,Filsafat Agama Edisi 2, Yogyakarta,Graha Ilmu
Suprayogo,Imam,2012,Spirit Islam,Malang : UIN Maliki Press