TOLERANSI AGAMA DALAM MASYARAKAT
MULTIRELIGIUS
DIAJUKAN UNTUK
LOMBA PENULISAN KARYA ILMIAH
PEKAN KREATIFITAS MAHASISWA (PKM)
2016
OLEH
FEBRI TORY
4615025
JURUSAN
SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS
USHULUDDIN, ADAB dan DAKWAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI BUKITTINGGI
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Tugas
yang paling berat mengurus masyarakat selama ini adalah menyatukannya. Padahal
kunci kekuatannya agar berhasil membangun masyarakat adalah persatuan itu. Agama
(seharusnya) merupakan berkat bagi semua manusia. Sesungguhnya pernyataan ini
perlu dikaji dan direnngkan lebih mendalam. Benarkah agama merupakan berkat
bagi semua manusia, kalau ditinjau dari tinjuan manusia memeluk agama,
jawabannya bisa benar demikian. Namun kalau melihat realitas yang terjadi dapat
dipertanyakan kembali, apakah pernyataan ini merupakan sebuah kenyataan atau
hanya sebuah harapan. Apakah agama itu merupakan berkat atau beban atau bencana
dalam hidup manusia, seharusnya agama menjadi berkat bagi hidup manusia, karena
lahirnya agama merupakan respon manusia yang memiliki sifat kekekalan untuk
menjawab kebutuhan berkomunikasi dengan Allah Sang Pencipta. Seharusnya dalam
respon alamiah manusia yang berupaya menemukan Allah, dan akhirnya memutuskan
menganut agama tertentu yang diyakini sebagai jawaban atas kebutuhan
spritualnya ini, agama menjadii berkat dalam hidup manusia. Namun disayangkan
bahwa dalam realitasnya, tidak semuanya benar demikian.
Kita
dapat mempercayai bahwa bagi banyak orang, agama itu telah menjadi berkat dalam
hidup mereka. Namun disisi lain, bagi
banyak orang pula, agam itu telah menjadi beban dengan kewajiban agama yang
memberatkan. Agama yang seharusnya memberikan tuntunan yang menerangi jalan
hidup manusia, bagaimana agama tersebut menuntun manusia dalam mengejar kebaikan
di dunia ini. dalam realitasnya justru telah menjadi tuntunan yang memberatkan
dan melelahkan. Agama telah menjadi beban dan kewajiban yang memberatkan bagi
pemeluk agama, apalagi di suatu bangsa itu mempunyai multireligius atau
keberagaman agama sehingga selain memberatkan juga ada saling perbedaan yang
menjadi jurang pemisah antar agama lain.
Namun
yang lebih menyedihkan lagi, realitas sekarang mulai merebaknya masalah sosial
keagamaan seperti kekerasan kelompok teroris yang menggunakan justifikasi agama
dan sekaligus atas nama agama. Dan baru-baru ini Indonesia dikejutkan dengan
masalah Penistaan Agama oleh ahok. Padahal agama dan kekerasan adalah dua hal
yang bertolak belakang begitu bertentangan seperti air dan api. Dalam menjalani
kita tidak bisa pungkiri akan ada gesekan yang terjadi antara kelompok
masyarakat, baik yang berbau suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).
Seiring dengan masalah sosial
keagamaan pada saat sekarang ini, masalah toleransi antar umat beragama pun
perlu rasanya untuk ditinjau kembali, toleransi antar umat beragama dapat
dikatakan semakin renggang. Pasalnya antar umat beragama merasa tidak peduli
dan memunculkan sikap acuh tak acuh satu sama lain, dan kondisi toleransi di
tanah air saat ini ialah toleransi yang pasif. Toleransi semacam ini nyaris
tidak menyumbangkan energi bagi penguatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perbedaan agama adalah fenomena nyata yang ada dalam
kehidupan, sehingga dibutuhkan sebuah perekat agar agama dapat berjalan
seimbang dan dapat menyatukan seluruh unsur masyarakat diatas banyak perbedaan.
Oleh karena itu penulis mengambil tema “toleransi
agama dalam masyarakat multireligius”
pada penulisan karya ilmiah ini.
B. Rumusan Masalah
Rumusan
masalah dalam karya tulis ilmiah ini antara lain :
1.
Bagaimana toleransi agama dalam
masyarakat multireligius
2. Bagaimana
toleransi dalam perspektif Islam
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulis
dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini :
1. Untuk
melihat toleransi agama dalam masyarakat multireligius
2. Untuk
melihat bentuk toleransi agama dalam perspektif Islam
KERANGKA
TEORITIK
1. Toleransi
ialah merupakan sikap mental sebagai perwujudan dari kesiapan untuk menerima
orang lain, atas eksistensinya yang berbeda, dipadukan dengan kesiapan untuk
memahami diri mereka dalam keperbedaan mereka. Saling memahami ini dapat
bertumbuh kearah saling memperkaya kedua pihak, dalam hubungan timbal balik
yang penuh pengertian dan saling menghormati.(Santoso,2013:123)
2.
Agama ialah sistem kepercayaan dan
praktik-praktik keagamaan yang berdasarkan beberapa nilai-nilai sakral dan
supernatural yang mengarahkan perilaku manusia , memberikan makna hidup, dan
menyatukan pengikutnya ke dalam suatu komunitas moral.(Haryanto,2015:28)
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Toleransi
Agama Dalam Masyarakat Multireligius
Toleransi bertujuan untuk
menghilangkan stereotip dan kebencian dalam keberagaman masyarakat, yang secara
sadar terbagi atas beragam suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Didalam
keberagaman itu, tugas kita ialah berusaha untuk mengakui dan menyantuninya. Sehingga
perbedaan yang ada ternyata memberikan kontribusi yang penting dalam suatu
masyarakat. Persoalan terkait dengan toleransi terutama toleransi agama saat
ini, semakin tidak menemukan titik terang, disebabkan masalah sosial keagamaan
yang semakin merebak. Rasa saling peduli semakin jauh. Padahal toleransi sangat
dibutuhkan didalam menyatukan masyarakat yang beragam.
Konsep toleransi beragama ini
merupakan individual. Ini bukan berarti menumbuhkan pendapat yang menerima segala pandangan
sebagai suatu kebenaran atau semua bisa dilestarikan. Toleransi ini tidak ada
kaitannya dengan melakukan konpromi pada level kepercayaan. Toleransi mengakui
bahwa orang lain memiliki hak yang sama seperti yang dituntut untuk dirinya.
Hanya pada tingkat praktis, kompromi di perlukan untuk memelihara basis
kehidupan bersama dan bekerja sama dalam aspek sosial. Tetapi toleransi dapat
ditolak bila undang-undang dasar dan nilai dasar kemanusiaan berada dibawah
ancaman. Intoleransi semacam itu dapat dilakukan bersama memuluk agama yang
lainnya yang atas dasar kepercayaannya, mereka merasa terluka akibat perasaan
senasib. Pada dasarnya toleransi tidak memiliki agenda, tidak dapat
diperintahkan dan juga tidak dapat diberi sangsi. (Santoso, 2013:123)
Kalau mencermati realitas, kita
akan menemukan kompleksitas problem yang menghimpit mereka dan membuat kita
hampir pesimis bisa memecahkannya. Sangat sulit bagi memilih dan memilah dari
mana kita memulai. Bahkan tidak bisa dipungkiri jika tawaran konsptual dan
langkah strategis yang banyak dimunculkan oleh para akademisi, intelektual dan
spesialis, tidak bisa bebas dari subyektivitas berdasarkan bidang yang ditekuni.
(Suprayogo,2012:1)
Kita seakan-akan berhadapan dengan benang kusut yang
membutuhkan kesabaran dan kesungguhan ekstra untuk bisa mengurai, memahami
kemudian menatanya kembali secara proporsional. Hampir semua bidang kehidupan,
baik persoalan politik, ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya,
lingkungan hidup dan lain-lain, dan semua hubungan itu harus terjalin dalam
hdup berbangsa dan bernegara. (Suprayogo,2012:1)
Bangsa Indonesia dikenal dengan
bangsa yang plural atau majemuk, hal ini ditandai dengan banyaknya etnis, suku,
agama, budaya, kebiasaan dan sebagainya yang ada didalamnya. Artinya, dari sisi
etnisitas bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural. Demikian halnya
kemajemukan Indonesia sudah dikenal oleh dunia. Ini disebabkan oleh keadaan
geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan. Pada dasarnya kemajemukan atau
keberagaman itu merupakan fitrah manusia. Manusia sendiri melalui agama yang
dianutnya pada umumnya meyakini bahwa Tuhan sengaja menciptakan manusia yang
berjenis-jenis, baik fisik maupun sfatnya. Meskipun diciptakan berjenis-jenis
fisik dan sifatnya, derajat manusia di mata Tuhan adalah sama, oleh karena itu,
tidak dibenarkan kalau ada (kelompok) manusia yang lain.(Santoso,2013:124)
Seringkali
sebatas dimaksudkan sebagai pembenar, diungkapkan bahwa perbedaan itu adalah
rakhmah. Ajaran itu tidak salah, sebab dengan perbedaan-perbedaan itu akan
menghasilkan dinamika. Gerak sosial akan dimulai jika disana ada
perbedaan-perbedaan. Justru akan melahirkan kekuatan dan bahkan juga
perkembangan. Akan tetapi, perbedaan dalam kenyataannya tidak selalu membawa
rakhmah. Tidak jarang persoalan kecil, melahirkan saling menyindir dan adu
argumentasi yang sama-sama tidak paham, dan berakibat terganggunya silaturrahmi.
(Suprayogo,2012:33)
Diantara
semua orang perbedaan agama perlu dibicarakan
dan didiskusikan dengan semangat toleransi agar muncul saling
pengertian. Sebab dalam konteks masyarakat majemuk dengan beragam agama,
kebebasan beragama, kebebasan berpendapat dan kebebasan menganut kepercayaan
adalah kesiapan mental yang diperlukan. Yakni bagi anggota masyarakat untuk
dapat menerima pendapat orang lain yang berbeda agama dan ketersediaan untuk
hidup saling berdampingan hidup bersama dan mempertahankan pola hidup sesuai
kepercayaannya. (Santoso,2013:124)
Jadi yang
terpenting dalam hal ini adalah bagaimana mengelola gaya hidup toleran dan
mengembangkan sikap batin yang menghargai kebebasan beragama, dapat diwujudkan
dengan bak dan bertanggung jawab. Dengan
menyebut pancasila sebagai dasar Negara, juga merupakan berkat tuhan yang indah
dalam mengelola realitas kemajemukan masyarakat kita, demi mewujudkan dan
memelihara persatuan dan kesatuan
bangsa. Pancasila yang memilki lima dasar yaitu Ketuhanan yang maha esa,
Kemanusiaan yang adil dan bernegara, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
dipimipin oleh hikmat kebijaksanaan yang adil dan beradab, serta Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebab bagi kita sebagai bangsa Indonesia
yang memilki Pancasila, kita menghayati pancasila sebagai kristalisasi dari
pengumulan, perdebatan, dan perjuangan bersama bangsa Indonesia. Pancasila
tidak hanya telah meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa.(Santoso,2013:125)
Dimana
sila pertama berbunyi ketuhanan yang Maha Esa, maka rasanya bangsa ini secara
jelas dan tegas telah memposisikan agama pada tempat yang sangat strategis
dalam membangun bangsa ini. Terkait dengan itu, negeri ini telah memiliki
sebuah Departemen Agama. Sementara ini ada lima agama dan satu kepercayaan yang
diakui syah hidup di negeri yang berdasar atas pancasila dan UUD 1945, yaitu
Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Konghuchu. Bahkan sesungguhnya ,
sila-sila selanjutnya dari pancasila ,memuat ajaran yang sangat erat dengan
ajaran masing-masing agama. Semua agama juga mengajarkan tentang kemanusiaan,
persatuan, musyawarah dan juga keadilan. Kiranya tidak ada perbedaan pandangan
diantara berbagai agama tersebut mengenai betapa pentingnya nilai-nilai
tersebut seharusnya dikembangkan dalam kehidupan bersama.(Suprayogo,2012:57)
Membangun
semua itu diterapkan melalui pembangunan dialog antar umat beragama. Kita semua
sebagai manusia yang menjunjung tinggi, menghormati, mencintai pesan keagamaan
yang diamanatkan Tuhan kepada kita masing-masing sangat terlukai bila
menyaksikan bagaimana agama dijadikan barang pembantaian dan alasan untuk
saling menghancurkan. Apakah dialog antar umat beragama dapat menjadi harapan
bagi kita sebagai umat tuhan untuk membangun realitas baru dalam hubungan antar
umat beragama. Dialog antar umat
beragama tidak sama dengan dialog antar agama. Namun keduanya mempunyai tujuan
untuk membngun hubungan yang positif diantara
agama-agama.(Santoso,2013:126)
Bukan untuk
menyamakan apalagi menyama-ratakan agama. Dialog tidak bertujuan untuk
membuktikan kebenaran agama masing-masing apalagi mempertandingkan agama.
Dialog antar agama bertujuan untuk menolong para pemimpin agama dapat memahami
dengan tuntas agamanya sendiri dan juga mendapatkan pengetahuan yang memadai
dengan tentang satu atau dua agama lain. Sedangkan dialog antar umat beragama
mempunyai tujuan dimensi spiritual yakni agar umat dapat menghayati agamanya
dengan lebih bertanggung jawab secara etis dan sesuai dengan hati nurani.
Didalam berdialog topik yang digunakan adalah hal-hal yang menyangkut dengan
kemanusiaan dan cara menyelesaikannya dari masing-masing perspektif agama.
Semua topk harus disesuaikan dan disetujui oleh kedua pihak umat beragama agar
dapat menyelesaikan masalah dengan utuh. Faktor lain dalam hal berdialog adalah
percakapan yang tidak hanya antara dua pihak. Dialog adalah percakapan dan
pembicaraan tentang hal yang menyentuh kepentingan dan relevansi bersama.
dengan tujuan ini, dialog harus dilakukan dengan keterbukaan dan
keterusterangan yang bertujuan untuk saling memahami dengan lebih baik.(Santoso,2013:127)
Realitas
toleransi umat beragama pun masih harus ditinjau lagi, ketika dialog umat
beragam telah dilakukan, masih terjadi pergesekan perbedaan agama, apa yang
salah dari upaya yang telah dilakukan selama ini, pergesekan yang terjadi tidak
hanya datang dari luar bahkan dari dari dalam agam itu sendiri.
Dewasa
ini, Indonesia dihebohkan dengan masalah penistaan agama yang dilakukan oleh
gubernur jakarta non aktif , Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih dikenal
dengan panggilan Ahok. Masalah penistaan agama ini bermula dari beredarnya
video berjudul “Ahok :Anda dibohongi
Al-qur’an Surah Al-maidah 51” yang menjadi viral di sosial media baik facebook
atau pun twitter. Ahok pun mengeluarkan ucapan minta maaf terkait dengan
pernyataan tersebut.tetapi masyarakat muslim tidak dapat menerima permintaan
maaf darinya dan proses hukum yang ada
bersifat lambat dalam mengatasinya. Sehingga masyarakat muslim melakukan aksi
demo tanggal 4 november 2016. Aksi demo itu tampaknya tidak sia-sia dan membuahkan
hasil, Ahok ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penistaan agama ini,
berdasarkan pasal 156 a KUHP dan pasal 28 ayat 2 UU No 11 tahun 2008 tentang
Informasi Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.
Kasus ini telah dilimpahkan dari kepolisian ke peradilan, dan menunggu hasil
yang telah ditetapkan oleh pihak peradilan. Masyarakat muslim pun telah
merencanakan aksi demo berikutnya pada tanggal 2 desember 2016, yang sebelumnya
telah dilakukan oleh mahasiswa/i IAIN Bukittinggi pada tanggal 23 november 2016
yang dilakukan di depan kantor DPRD Kota Bukittinggi, Antusias dari para
generasi harapan bangsa ini disambut baik oleh walikota sebagai wujud aksi
damai.
Dari
uraian diatas perbedaan itu menjadi lebih serius lagi jika menyangkut politik.
Akibatnya malah memperkeruh toleransi yang ada, dan cenderung menimbulkan
konflik. Adanya campur tangan dari orang yang memiliki kekuasaan dan wewenang
dan mementingkan kepentingan dirinya sendiri, melihat fenomena itu, maka
berbicara tentang kesatuan masyarakat yang dibalut dengan toleransi masih amat
susah , melebihi sulitnya mencari sehelai jerami di tumpukan paku istilah
barunya. Kesulitan itu lebih terasa lagi, oleh karena elitenya sendiri belum
tampak ada kesadaran betapa pentingnya kesatuan itu.
Seperti yang dijelaskan didalam
teori konflik dari salah satu ahli sosiologi yaitu Ralf Dahrendorf. teori
konflik dahrendorf berbicara tentang kekuasaan dan wewenang. Didalam masyarakat
terdapat tiga kelompok yaitu kelompok semu, kelompok konflik dan kelompok
konflik, kelompok semu adalah sejumlah
pemegang posisi dengan kepentingan yang sama tetapi belum menyadari
keberadaannya, dan kelompok ini juga termasuk dalam tipe kelompok kedua, yakni
kelompok kepentingan dan karena kepentingan inilah melahirkan kelompok ketiga
yakni kelompok konflik sosial. Sehingga dalam kelompok akan terdapat dalam dua
perkumpulan yakni kelompok yang berkuasa (atasan) dan kelompok yang dibawahi
(bawahan). Kedua kelompok ini mempunyai kepentingan berbeda. Bahkan, menurut
Ralf, mereka dipersatukan oleh kepentingan yang sama, yaitu Kepentingan
manifest merupakan kepentingan suatu
kelompok yang berkuasa untuk tetap dapat mempertahankan kekuasaannya, sedangkan
kelompok yang tidak memilki kekuasaan ingin melakukan perubahan revolusioner
dan Kepentingan laten merupakan upaya
suatu kelompok untuk menuruti harapan-harapan dari kelompoknya. (Poloma,1984:136)
2.
Toleransi Agama Perspektif Islam
Toleransi
dalam agama islam. Islam dikenal sebagai rahmatan
lil ‘alamin, istilah Rahmah berarti
kasih sayang dan santun. Sedangkan alamin
adalah segala sesuatu selain Allah sehingga tepat diartikan semesta. Jadi rahmatan
lil ‘alamin maksudnya adalah kasih sayang dan santun terhadap alam semesta
ini. Nah, Islam rahmatan lil ‘alamin itu
adalah islam yang damai, santun, sejuk, dan menyejukkan. Islam rahmat bagi
semesta artinya adalah Islam mengajarkan harmoni dengan sesama manusia ,
lingkungan dan alam. Ini terwujud pada cinta kasih kepada semua makhluk tanpa
terkecuali. Doktrin kearifan ini (hubungan yang harmonis dan penuh cinta kasih
kepada alam), dalam ranah ilmiah sudah mulai menjadi kiblat dalam pengembangan
paradigm dan cara pandang dunia. Bahkan telah muncul kecenderungan yang ingin
menjadikan doktrin seperti ini sebagai alternatif untuk memperbaiki paradigma
ilmu pngetahuan modern yang cenderung eksploitatif dan menjadikan alam sebagai
obyek. Dalam konsep rahmatan lil ‘alamin,
sebaliknya menekankan kepada hubungan pertemanan, keakraban, dan
penghargaan terhadap alam.(Suprayogo,2013:70)
Dalam Islam terdapat ajaran tentang
tata krama yang begitu baik. Tata krama atau tuntunan bertingkah ada terdapat
dalam Al-qur’an dan Sunnah. Disamping itu, ia tercermin dalam tujuan Nabi
Muhammad Saw diutus menjadi nabi dan rasul. Sebagai diketahui oleh masyarakat
pada umumnya bahwa nabi dan rasul untuk menyempurnakan akhlak, karena Nabi
Muhammad Saw bersabda : “Aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak baik”.(Hakim,2008:199)
Akhlak
mempunyai pengertian yang luas, mencakup berbagai aspek dan sasaran. Secara
gobal dan dibagi menjadi dua yaitu akhlak kepada Allah dan akhlak kepada sesama
makhluk. Akhlak kepada Allah meliputi beriman, bertakwa, rida, bersyukur
ikhlas, cinta, takut, dan berharap kepada Allah. Sedangkan akhlak kepada sesame
makhluk meliputi akhlak kepada : ibu, bapak, anak cucu, pembantu, sesama
muslim, non muslim, alam sekitar, flora dan fauna.
Contoh Akhlak sesama makhluk
a. Akhlak
kepada ibu bapak
1)
Tidak mengatakan sesuatu yang dapat
menyakiti hatinya.
2)
Tidak menghardik atau membentaknya,
meskipun itu hanya berwujud ucapan “ah” atau “cies”.
3)
Mngucapkan kepadanya kata-kata yang
lemah lembut, sopan santun dan penuh kemuliaan.
4)
Merendahkan diri dengan tidak berpola
tingkah yang dapat mengundang kemarahan.
5)
Menunjukkan kash sayang dari anaknya.
6)
Mendoakan semoga Allah melimpahkan kasih
sayng-Nya, baik keduanya masih hidup atau telah meninggal dunia.
b. Akhlak
kepada anak
1)
Memberinya makan dan minum.
2)
Mendidiknya supaya beradab.
3)
Memperlakukannya secara adil.
4)
Menyayanginya.
5)
Mencegahnya dari perbuatan maksiat.
c. Akhlak
kepada Pembantu
1)
Memberikan makan dan minum yang pantas.
2)
Tidak menyiksanya.
3)
Memaafkan jika ada kesalahannya
d. Akhlak
kepada tetangga
1)
Memberi bantuan dan pertolongan kepada
tetangga yang sedang ditimpa musibah.
2)
Berusaha agar tetangga yang miskin dapat
terpenuhi kebutuhan pokok.
3)
Menjenguk tetangga yang sedang sakit
4)
Memelihara diri dari perkataan dan
perbuatan yang menyinggung perasaan tetangga.(Muhammad,2011:84)
e. Akhlak
kepada sesame muslim
1)
Mengasihi atau menyayanginya.
2)
Mencintainya seperti mencintai diri
sendiri.
3)
Memberi dan menjawab salamnya.
4)
Menjenguk apabila sedang sakit.(hakim,2008:200)
5)
Mengantar jenazahnya.
6)
Memenuhi undangannya.
7)
Mendoakannnya.
8)
Memberinya nasehat.
9)
Tidak meyakitinya dengan perkataan atau perbuatan
yang menyinggung perasaan.
10)
Memaafkan jika ada kesalahannya.
11)
Membantu secara moril dan materil.
12)
Menutupi aibnya.
13)
Menjaga kehormatan, harta, dan darahnya.
14)
Saling tolong menolong dalam hal sebagai
berikut :
a)
Peribadatan (menyediakan tempat ibadah,
menyediakan sarana dan prasarana haji dan umrah).
b)
Sosial, politik dan ekonomi (mewujudkan
keamanan, kebersihan lingkungan, persatuan kesatuan umat, situasi politik yang
mantap, keadilan, kesejahteraan sosial yang merata).
c)
Sosial Budaya dan Seni (mewujudkan peradaban
dan kebudayaan yang sesuai dengan Islam, kesenian yang segar atas dasar moral
dan akhlak yang tinggi).
d)
Pendidikan dan Pengajaran (mewujudkan
tempat penddikan yang cukup, menyediakan
alat-alat dan dana pendidikan untuk kesejahteraan pendidik). .(Muhammad,2011:85)
f. Akhlak
kepada non muslim
1)
Menghargai kebebasan beragama.
2)
Menghormati kebebasan beribadah.
3)
Memberi perlndungan apabila mereka
membayar jizyah atau upeti sedang
mereka dalam kekuasaan kaum muslimin.
4)
Memperlakukannya secara makruf sesuai
dengan perlakuannya kepada kaum muslimin.
5)
Tidak memerangi mereka apabila mereka
tidak memerangi kaum muslimin. .(Muhammad,2011:86)
Sudah
tentu, Islam rahmatan lil ‘alamin
bukanlah islam yang keras, kasar, menakutkan dan membahayakan. Kalaupun ada
istilah atau fenomena itu, maka disebabkan karena kesalahan dalam memahami
doktrin Islam baik oleh penganutnya sehingga mempraktekkan sebaliknya. Atau
kesalahan terletak pada pengamat luar yang melihat ajaran islam hanya
artifisial dan permukaan. (Suprayogo,2012:70)
Jadi
tidak dipungkiri bahwa toleransi dalam islam sebagai suatu prinsip telah
tertanam di dalam jiwanya, islam menyuruh umatnya untuk tidak hanya memberikan
cinta kasih kepada sesame umatnya tetapi seluruh makhluk yang ada tanpa
terkecuali dan itu membuktikan bahwa islam membuka pintunya lebar untuk
menjalin cinta kasih dengan umat non muslim.
Di
Indonesia yang mayoritas agamanya adalah Islam awalnya diwujudkan dalam bentuk
sila pertama pancasila pada piagam charter, dan kini sila pertama telah diubah
menjadi ketuhanan yang maha esa, membuktikan toleransi antar umat beragama.
Tidak hanya ada islam yang ada di Indonesia melainkan ada agama-agama lain.
Tetapi toleransi dalam islam pun memiliki suatu pernyataan bahwa didalam
toleransi antar umat beragama, tidak semua ajaran islam harus disebarluaskan
apalagi jika ajaran tersebut terkait dengan masalah ketuhanan yang diungkapkan
dalam surah Al kaafiruun ayat
ke-6 lakum
diinukum wa liyadiin.
Dalam
kehidupan masyarakat, adanya perbedaan itu tidak ada masalah, asalkan tidak
dijadikan sebagai penyebab perpecahan. Perbedaan itu justru akan menguntungkan
jika menjadi pra-kondisi untuk mewujudkan perintah Al-qur’an “fastabiq
al-khairat” (maka berlomba-lombalah dalam kebaikan). Perlombaan tentu tidak
akan terjadi jika ada kelompok-kelompok yang saling bersaing dan berkompetisi.
Sebagaimana juga kelompok-kelompok tidak akan terbentuk jika tidak ada
perbedaan. Semangat “fastabiq
al-khairat” tidak pernah mengenal garis finish. Sehingga, berlomba dalam
kebaikan tidak ada yang menang dan begitu juga tidak aka nada yang kalah. (Suprayogo,2012:70)
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tugas
yang paling berat mengurus masyarakat selama ini adalah menyatukannya. Padahal
kunci kekuatannya agar berhasil membangun masyarakat adalah persatuan itu.
agama itu seharusnya menjadi berkat dalam hidup mereka. Namun disisi lain, bagi banyak orang pula,
agama itu telah menjadi beban dengan kewajiban agama yang memberatkan. Agama
yang seharusnya memberikan tuntunan yang menerangi jalan hidup manusia, bagaimana
agama tersebut menuntun manusia dalam mengejar kebaikan di dunia ini. dalam
realitasnya justru telah menjadi tuntunan yang memberatkan dan melelahkan. apalagi
di suatu bangsa itu mempunyai multireligius atau keberagaman agama sehingga selain
memberatkan juga ada saling perbedaan yang menjadi jurang pemisah antar agama
lain. Sehingga membutuhkan toleransi didalamnya.
Toleransi
ialah merupakan sikap mental sebagai perwujudan dari kesiapan untuk menerima
orang lain, atas eksistensinya yang berbeda, dipadukan dengan kesiapan untuk
memahami diri mereka dalam keperbedaan mereka. Saling memahami ini dapat
bertumbuh kearah saling memperkaya kedua pihak, dalam hubungan timbal balik
yang penuh pengertian dan saling menghormati. Toleransi bertujuan untuk
menghilangkan stereotip dan kebencian dalam keberagaman masyarakat, yang secara
sadar terbagi atas beragam suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).
Membangun semua itu diterapkan melalui pembangunan dialog antar umat beragama.
Kita semua sebagai manusia yang menjunjung tinggi, menghormati, mencintai pesan
keagamaan yang diamanatkan Tuhan kepada kita masing-masing sangat terlukai bila
menyaksikan bagaimana agama dijadikan barang pembantaian dan alasan untuk
saling menghancurkan. Perbedaan itu menjadi lebih serius lagi jika menyangkut
politik. Akibatnya malah memperkeruh toleransi yang ada, dan cenderung
menimbulkan konflik. Adanya campur tangan dari orang yang memiliki kekuasaan
dan wewenang dan mementingkan kepentingan dirinya sendiri, melihat fenomena
itu, maka berbicara tentang kesatuan masyarakat yang dibalut dengan toleransi
masih amat susah , melebihi sulitnya mencari sehelai jerami di tumpukan paku
istilah barunya. Kesulitan itu lebih terasa lagi, oleh karena elitenya sendiri
belum tampak ada kesadaran betapa pentingnya kesatuan itu.
Toleransi
dalam agama islam. Islam dikenal sebagai rahmatan
lil ‘alamin, Dalam konsep ini sebaliknya menekankan kepada hubungan pertemanan,
keakraban, dan penghargaan terhadap alam. Dalam kehidupan masyarakat, adanya
perbedaan itu tidak ada masalah, asalkan tidak dijadikan sebagai penyebab
perpecahan. Perbedaan itu justru akan menguntungkan jika menjadi pra-kondisi untuk
mewujudkan perintah Al-qur’an “fastabiq al-khairat” (maka berlomba-lombalah
dalam kebaikan). Perlombaan tentu tidak akan terjadi jika ada kelompok-kelompok
yang saling bersaing dan berkompetisi. Sebagaimana juga kelompok-kelompok tidak
akan terbentuk jika tidak
ada perbedaan. Semangat “fastabiq al-khairat” tidak pernah
mengenal garis finish. Sehingga, berlomba dalam kebaikan tidak ada yang menang
dan begitu juga tidak aka nada yang kalah.
B.
Rekomendasi
Dalam permasalahan yang menangkut
kepada toleransi, justifikasi terhadap agama, seharusnya merundingkan terlebih
dahulu dengan pemuka agama-agama, sehingga masalah yang ada dapat diselesaikan
tanpa adanya permasalahan yang lebih lanjut. Forum kerukunan antar umat
beragama (FKUB) menjadi tempat yang tepat dalam membicarakan semua itu. Forum
tersebut ada di tngkat provinsi, kota atau kabupaten. Terkandung juga di
dalamnya peraturan bersama menteri nomor 8 dan 9 tahun 2006 tentang pedoman
pelaksanaan tugas kepala daerah atau wakil kepala daerah dalam pemeliharaan
kerukunan antar umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan antar umat
beragama, dan pendirian rumah ibadah.
Dari situasi yang terjadi agama itu
bukanlah penyebab renggangnya toleransi antar agama lain dan konflik pemecah
solidaritas bangsa, meliankan adanya pihak yang mementingkan dirinya sendiri. FKUB dapat
menghasilkan masyarakat yang komunikatif ,seperti yang disebutkan Hubermas
dalam teorinya The Theory Communicative
Action. Masyarakat komunikatif bukanlah masyarakat yang melakukan kritik
lewat revolusi dengan kekerasan melainkan dengan argumentasi. Didalam
komunikasi itu, para partisipan ingin membuat lawan bicaranya memahami
maksudnya dengan mencapai apa-apa yang disebutnya “klaim-klaim kesahihan”. Klaim
inilah yang diterima tanpa paksaan sebagai hasil konsensus.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Atang Abd dan Jaih, Mubarok,2008, Metodologi Studi Islam,Bandung:PT.Remaja Rosdakarya.
Hardiman,F Budi, 1993, Menuju
Masyarakat Komunikatif, Yogyakarta:Kanisius
Haryanto, Sindung,2015, Sosiologi
Agama Dari Klasik Hingga Postmodern,Yogyakarta:Ar-Ruzz Media
Muhammad,Su’aib H,2011, Lima Pesan
Al-Qur’an, Malang: UIN Maliki Press
Poloma Margaret , M,1979,Contemphory
Sociological Theory, diterjemahkan oleh Yasogama, 1984,Sociologi
Kontemporer,Jakarta :CV. Rajawali Pers
Santoso, Magdalena, Pranata,2013,Filsafat
Agama Edisi 2, Yogyakarta,Graha Ilmu
Suprayogo,Imam,2012,Spirit Islam,Malang
: UIN Maliki Press